Menuju akhir tahun. Kita masih tetap ngopi, tetap merokok, dan senantiasa berfikir tentang banyak hal. Hari ini adalah hari natal. Dan aku ucapkan selamat bagi yang merayakan.
Hidup memang penuh dengan profokasi. Baik, buruk, hitam, putih. Semuanya menyatu dalam sebuah pergulatan yang menjelma nasihat. Dan sebagai sebuah nasihat maka semua hasutan itu terasa campur aduk. Kadang baik dan kadang buruk. Ada juga baik yang didalamnya terdapat misi jahat, ada yang jahat namun dengan latar yang sedikit agak baik.
Seperti ketika orang vespa membujukku untuk menjual si hitam (baca: Alfa 900 jt) dan membeli sebuah skuter, lantas menggarapnya menjadi skuter keren dan ikut kedalam anggota touring. Menjanjikan, namun juga menggelikan, karena aku pikir 900 juta bukan milikku, melainkan milik Dadyku. Kemudian yang tak kalah menjijikkan, ketika si atheis membujukku untuk melakukan kebodohan untuk yang kedua kalinya, maka permintaannya aku jawab dengan tegas: tidak. Hah, dia pikir dia siapa berani membodohi aku dua kali. Dan yang menjadi catatan menarik hari ini adalah ketika Hp si atheis itu hilang, dimana didalamnya memuat rekaman penting tentang masa depanku yang kalau tersebar bisa berbahaya. Untunglah semua itu hilang dan batal untuk tersebar. Ini memang hariku. Senyum kemenangan.
*
Aku berangkat sekitar pukul sepuluh malam. Sejuk lembut angin belai rambutku perlahan, napas malam dihembuskan tepat dimukaku. Napasnya perlahan-lahan dan terputus-putus. Bau kelelahan dapat tercium dari hembusannya. Maka sudahlah tidur saja. Biar aku yang menahlukan malam dengan semangatku yang terbakar. Aku melaju.
*
Sesampai di warkop, aku tak melihat si atheis itu, dan aku langsung memutar otak dengan ke rumahnya. Ku toleh ke arah jembatan dekat sebuah mesjid, karena barangkali ia nongkrong disana dengan kawan-kawannya. Ternyata tidak.
“Ssst sst”
Seseorang nampak seperti menggodaku. Apa dipikirnya aku adalah cowok murahan. Kulirik spion. Apa aku cantik sehingga mereka menggodaku dan tak tahu bila aku adalah seorang lalaki yang ganteng. Karena memang hari itu aku mengurai rambutku.
Ponselku bordering. Ternyata dari si Atheis busuk itu.
“Aku nang buk pinggir kali pak”
“Oh yo…yo…yo….sek. Tak mrono”
Oh semprul pikirku. Jadi yang ‘ssst ssst’ tadi si Atheis laknat itu. Seperti yang aku duga sebelumnya bila kulitnya memang sudah legam dari sejak bayi. Jadi bisa dibilang kulit yang seperti terbakar adalah kutukan yang sulit hilang. Sehingga ia tak pantas menyalahkan mentari.
Si Tulus seperti tersamar diantara malam. Pekat yang ada menutupi dan menyamarkan mukanya. Namun dapat segera aku kanali sebuah senyum licik khas penghuni sebuah rumah dibelakang rutan medaeng. Dia adalah Si Tulit.
Kali ini dia bersama seorang anak yang berkulit legam juga dengan kepala plontos khas pukon yang membuatku berhasrat menjitak kepala orang itu.
Dari kesan pertama sejak aku turun dari sepedaku, lantas dapat aku terka dia adalah anjing negara. Kemudian saat aku mengulurkan tangan mengenalkan diriku padanya, dia hanya menjabat uluran tanganku tanpa menyebutkan namanya. Aku pikir dia tak butuh kenal denganku. Bah, dasar anjing pongah. Makan apa kau kalau tidak dari pajak yang aku stor ke negara. Baru jadi alat saja sudah sok. Dan segera saja aku memafhumi bila ini masih di Indonesia. Jadi wajar saja jika aku temui banyak orang macam dia.
Si Tulit menceritakan bila ponselnya hilang di secret PA nya. Katanya sekretnya dibobol maling. Dia menyesalkan rekaman biadab yang ada di ponselnya. Hahahahaha hari ini begitu indah. Dia tak punya senjata lagi atas diriku.
Tak seberapa lama karena anjing it uterus-terusan di cuekin, maka ia mengajak untuk kembali pulang. Tulit mengantarnya entah sampai mana. Kemudian kembali dengan membawa laptop, karena rencananya malam ini kita akan menggarap dan mendesain blog ini sama-sama.
Di warkop dengan pemandangan seperti biasanya. Sebuah tontonan video terbaru, dengan orang-orang yang sedang serius menyaksikan. Bisa dibayangkan, kalau misalkan itu film kolosal yang menampilkan perang tentara Romawi atau perang salibnya Om Salahudin, itu masih wajar. Tapi kalo yang dilihat adalah film kartun. Sudahlah memang seperti inilah orang Medaeng, yang memang lain dengan Sambisari yang diramalkan setahun lagi akan menjadi metropolitan.
Kupesan secangkir kopi kepada Mas Wawan serta minuman wajib yang agak kebanci-bancian – kopi susu. Kalau bicara masalah nilai hidup dari sebuah kopi, maka akan langsung mengigatkanku pada jumat malam yang dulu. Kalau tak salah tempatnya di pinggiran rel kereta didekat Royal Plaza.
Tak berapa lama setelah penjual bebek goreng itu tutup, aku dan atheis itu pindah ketempat yang sepi itu. Dan ternyata, disana sesuai dengan harapan kami. Ada colokan sehingga kita dapat edit blog sampai pagi tiba, serta sambil berbicang tentang banyak hal.
Pertama kalinya aku posting sebuah catatan jumat malam yang telah aku persiapkan dan kusimpan di flasdis Nita. Kemudian setelah posting seesai, kami memberikan buku tamu pada blog kami lewat layanan shoutmix. Selain itu kita juga menambahkan artikel yang benar-benar tak penting sekali untuk ditulis ataupun dibuat.
Sebuah kode etik yang kita sepakati guna mencegah penjelek-jelekan dan profokasi atas pembaca melalui foto. Kalau ingin tau kode etik gila seperti apa yang kita buat. Klik aja disini.
Kemudian yang tak kalah tak penting adalah kami posting foto-foto kami – si Atheis di sisi kanan, sedangkan aku di sisi kiri. Sama sekali tak penting, namun nyatanya kami melakukannya. Apapun kata mereka, kita tak perduli.
*
Dan pada sore ini ketika aku mencari sesuatu di warnet, aku menyempatkan diriku untuk melihat blog kami. Ada sesuatu yang mungkin akan mengejutkan si atheis liar itu. Bisa dibayangkan si SA komen. Komennya seperti ini.
Aku bermaksud memberinya kejutan, tapi aku urungkan, karena biarkan dia melihat sendiri. Dan Kejutannya akan lebih luar biasa ketimbang aku beritahu dia.
Citra Dara Vresti T
25-26 Des 09