Selasa, 24 Mei 2011

Posted by forumjumatmalam | File under :
Terkadang, sesekali kita perlu merasakan menjadi terasing. Mungkin dengan begitu kita bisa melatih otak kita sejalan dengan hati kita.










“jalanan”, tahukah siapakah kekasih setianya?


Sebentuk luka yang tergores pada rajutan benang – benang kehidupan, mungkin kita biasa menamainya anjal ataupun gepeng. Anak-anak, muda, paruh baya, ataupun yang tua, baik yang kuat, yang lemah, yang rapuh, ataupun yang kita anggap gila sekalipun. Pria ataupun wanita. Tak banyak yang kita tahu tentang mereka, yang kita tahu mereka hanyalah serupa bunga – bunga usang penghias sudut kota atau jalanan. Dan bahkan lebih buruk lagi.


Bukankah egois dan munafiknya diri ini ketika kita tak lagi mampu mengendalikan pemahaman sejalan dengan hati kita? Kurasa semua dasar dari keegoisan ini hanya sebuah pemikiran – pemikiran lampau dari para pendahulu kita, para leluhur kita. Pemikiran yang menjadi budaya. Budaya yang membodohi. Pembodohan dari sebuah bentuk pemikiran.


Kalau untuk hal ini, mungkin aku perlu mengatakan menyingkirlah!!!

::


Sebatas pemikiranku. Mungkin kita sedang tak sadar, bahwa pendahulu kita telah membodohi kita dengan pemikiran tak logis, sekalipun terlihat logis. Seperti bagaimana kita yang dibodohi oleh pendahulu kita tentang pemahaman – pemahaman “Rahwana merupakan makluk jelek berhati jahat” atau “hanoman bertampang buruk dengan sifatnya yang liar” dan bukan seperti seharusnya yang mengatakan “kotor itu tak selamanya berakhir dengan buruk”, untuk yang satu ini, munkin baru-baru ini saja ada sebuah iklan detergen yang menyesuaikan cara pandang seperti itu.


Apa yang akan terpikir oleh mu ketika seorang lelaki gondrong sangar dengan pakaian acak – acakan sesuai kreatifitasnya, berada didekatmu dengan suara sumbangnya mengamen dalam bus yang kau tumpangi? Apa kau nyaman? Kurasa sama sekali tidak. Kau akan merasakan lain ketika ada seorang sales girl atau sales boy dengan pakaian rapi dan bau wewangian berada didekatmu menawarkan sebuah produk. Sama – sama urusan perut dengan menjual sesuatu, tapi berbeda tingkat kenyamanan. sekalipun kita tahu bahwa kebanyakan sales bisa saja menipu kita dengan kata-katanya. Tapi kita lebih memilih mengeluarkan uang untuk para sales dari pada membeli suara si pengamen, hanya karena penampilan yang membuat mata kita nyaman. Bukan begitu? Bukankah ini bentuk pemikiran kita selama ini?


“Don’t judge book by it’s cover” atau “beauty is only skin deep”


Sudah sering pula kita mendengar kata-kata seperti ini, yang entah dari mana kita mendapatkannya. Seharusnya kata-kata mutiara seperti itu tentunya mempunyai fungsi sebagai pemicu diri kita untuk berfikir secara dewasa. Sesaat mungkin kita tersadar oleh kata-kata tersebut dan berfikir membenarkan, bahwa memang tak sepenuhnya sesuatu hanya bisa dilihat dari cover luarnya saja, tapi entah seiring termakannya waktu tanpa sadar kita masih tetap saja melupakan kata-kata mutiara seperti itu ketika kita dihadapkan dalam pengimplemantasian yang sebenar-benarnya di kehidupan kita ketika bertatap muka dengan seseorang yang berpenampilan menakutkan atupun yang terlihat nyeleneh sekalipun.


Akui saja, dari hal remeh inilah setidaknya kita sering membunuh sebuah karakter seseorang tanpa kita sadari, dimana kita sering menganggap seseorang yang berpenampilan buruk pasti mempunyai sifat yang buruk juga. Padahal banyak dari mereka yang berdasi berambut klemispun bahkan lebih jahat dari penampilan mereka. Tak heran ketika mengapa banyak penjahat sekarang yang merubah penampilan mereka menjadi sopan dan rapi untuk memperdayai kita. Padahal berbuat gilapun menurut saya tak lepas dari sesuatu yang terkadang dapat merubah dunia, seperti apa yang dilakukan para penemu-penemu sains dalam kehidupan seperti Darwin, Aristoteles, atau pemikir ekstrim landasan para kaum komunis Karl marx.

-------------------------------------------------------------------------------------------------

Tuhan tentunya menciptakan indera bukan secara sembarangan.

Kuhisap, kuhembuskan. Indera perasaku tergelitik. Nikmat.



Tulus Hajianto

2 komentar: